PENGUKURAN (ASSESSMENT) DAN PENILAIAN
(EVALUATION)
HASIL BELAJAR
I.
PENDAHULUAN
Menurut Fenton (1996), asesmen
(assessment) atau pengukuran hasil belajar ialah pengumpulan informasi yang
relevan, yang dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka pengambilan keputusan.
Sedangkan penilaian atau evaluasi (evaluation) ialah aplikasi suatu standar
atau sistem pengambilan keputusan terhadap data asesmen, yaitu untuk
menghasilkan keputusan (judgments) tentang besarnya dan kelayakan pembelajaran
yang telah berlangsung. [1]. Asesmen
hasil belajar mahasiswa merupakan satu kesatuan atau bagian dari pembelajaran.
Apalah artinya suatu proses pembelajaran apabila tidak diukur hasil
pembelajarannya. Kata asesmen berasal dari Latin assidere, yang berarti
sit beside. Dalam konteks pendidikan, hal ini meliputi kegiatan
mengobservasi belajarnya mahasiswa, yaitu mendeskripsikan, mengumpulkan,
merekam, memberi markah (skor), dan menginterpretasi informasi mengenai
pembelajaran mahasiswa. Kegunaan utama asesmen sebagai bagian dari proses
belajar ialah refleksi (cerminan) pemahaman dan kemajuan mahasiswa secara
individual. Mengajar tanpa mengetahui apakah hasil mengajarnya itu telah
“menjadikan mahasiswa itu belajar”, belumlah dapat dikatakan sebagai
“mengajar”.
Proses belajar mengajar memang
dilakukan dalam kelompok atau kelas, tetapi seyogianya seorang pengajar hendaknya
peduli (concern) atas pemahaman dan kemajuan belajar setiap mahasiswa secara
individual. Kadang seorang dosen menganggap dirinya sudah mengajar dengan baik,
dan sudah puas apabila ada satu atau dua mahasiswa yang dapat memperoleh skor
tinggi, meskipun lebih dari 80 % mahasiswanya memperoleh skor di bawah
rata-rata. Pada zaman dulu, dosen yang hanya meluluskan sedikit mahasiswa itu
dinamakan dosen “killer”, dan merupakan suatu kebanggaan bagi dosen bahwa mata
kuliahnya paling sukar untuk dilulusi. Dalam hal ini dosen imenggunakan dirinya
sendiri sebagai standar pengukuran kemampuan mahasiswa, bukannya standar yang
dirumuskan dalam tujuan (Tujuan Instruksional Umum dan Khusus), sehingga
mahasiswa yang tidak lulus dianggap bodoh atau malas. Di manakah letak kesalahan
dalam proses belajar mengajar, apakah pada mahasiswa yang “belum belajar” karena
bodoh, atau dosen yang “belum mengajar” dengan baik, karena menerapkan sistem
pengukuran yang tidak sesuai atau tidak absah.
Orientasi pembelajaran sudah
berubah sejak digunakannya Sistem Kredit Semester SKS). Seorang dosen menerima
sekelompok mahasiswa dalam kelasnya yang terdiri atas individu-individu. Tugas
seorang dosen ialah mengajar sedemikian rupa agar masing-masing individu itu
berubah perilakunya dari belum atau tidak memahami, menjadi memahami materi
perkuliahannya. Jadi kalau masih banyak mahasiswa yang belum dapat diluluskan,
maka dosen itu belum berhasil dalam mengajar. Tidak ada mahasiswa yang “bodoh”,
apalagi sudah melalui seleksi ketat agar dapat masuk perguruan tinggi. Dalam
hal ini dosen tersebut harus introspeksi diri sendiri, apakah ia sudah
merencanakan pembelajaran dengan baik, apakah telah melaksanakan pembelajaran
sesuai dengan rencana, apakah dosen memberi
bimbingan bagi mahasiswa yang kurang cepat belajar (menurut teori
belajar, tidak ada manusia yang presis sama, ada yang cepat dan ada yang agak
lambat belajar), dan yang penting pula ialah apakah metode asesmen dan evaluasi
hasil belajar yang digunakan itu sahih (valid) dan terpercaya (reliable).
II. Validitas (Validity) DAN
KETERANDALAN (RELIABILITY)
Untuk mengukur dalamnya sumur
digunakan meteran; demikian pula untuk mengukur berat suatu benda digunakan
timbangan. Meteran dan timbangan sebagai alat ukur tidak dapat dipertukarkan
untuk tujuan pemakaiannya. Hal ini menyangkut validitas (validity) alat ukur,
yang berlaku pula pada pengukuran keberhasilan pembelajaran yaitu penggunaan
instrumen atau alat yang sesuai dengan tujuan pengukurannya. Instrumen ini hendalnya juga dapat diandalkan (reliable)
atau reprodusibel (reproducible), dalam arti memberikan hasil sama pada setiap
pengukuran, meskipun sampel yang diukur itu berbeda.
Dalam proses belajar mengajar,
bentuk asesmen yang absah atau valid ialah yang mengukur apa yang seharusnya
diukur, sebagai contoh:
- bukannya mengukur ingatan, jika yang harus diukur ialah pemecahan masalah, dan sebaliknya.
- tidak menilai seseorang mengenai kualitas tulisannya, apabila keterampilan menulis itu tidak relevan dengan topik yang akan diukur. Berbeda halnya jika tulisan memang merupakan salah satu aspek penilaian.
- dimaksudkan untuk mengukur sebanyak mungkin materi dan keterampilan, bukan hanya berdasarkan sejumlah kecil sampel (lihat pula keterandalan = reliability).
Sayang sekali, tidak ada bentuk
asesmen yang benar-benar absah (valid).
Keterandalan (reliability)
disebut juga keterulangan (replicability). Suatu asesmen yang terandalkan akan
memberikan hasil yang sama pada pengulangan, dan akan menghasilkan hasil yang
sama pada kelompok mehasiswa kelas paralel, sehingga harus konsisten metode dan
kriterianya.
III. Tujuan Asesmen
Tujuan asesmen secara tradisional
ialah untuk asesmen formatif dan sumatif. Asesmen sumatif ialah pengukuran
terhadap apa yang menjadi tujuan akhir mahasiswa, biasanya pada akhir penyajian
satu mata kuliah atau modul, yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan
dalam menyatakan seorang mahasiswa itu lulus atau tidak (asesmen produk akhir).
Perlu diperhatikan bahwa semua asesmen sumatif dapat pula berfungsi sebagai
formatif, yaitu apabila dapat memberikan umpan balik yang cukup. Asesmen
formatif berlangsung terus menerus selama proses pembelajaran sehingga disebut
juga asesmen proses. Tujuannya ialah
untuk memberikan umpan balik mengenai apa yang telah dipelajari mahasiswa :
-
bagi mahasiswa : untuk
mengidentifikasi pencapaian (achievement) dan informasi mengenai bidang tugas
selanjutnya.
-
bagi pengajar : untuk mengevaluasi
proses pembelajaran sampai pada saat ini, dan menetapkan rencana selanjutnya.
Pada asesmen sumatif, nilai atau
markah memegang peranan penting, namun fungsi asesmen formatif hanyalah untuk
memberikan umpan balik. Jika pada asesmen sumatif penilaiannya mengacu pada
pencapaian tujuan mata kuliah (Tujuan Instruksional Umum = TIU) secara
keseluruhan , maka asesmen formatif hanya mengukur pencapaian tujuan antara
(Tujuan Instruksional Khusus = TIK),
dalam rangka perbaikan proses pembelajaran (dosen dan mahasiswa) apabila belum
tercapai oleh mahasiswa.
IV ASESMEN MENGGUNAKAN INSTRUMEN NON-TES
Umumnya asesmen dilakukan dalam bentuk ujian berupa tes, yaitu pertanyaan
yang harus dijawab mahasiswa, dan jawabannya sudah tersedia. Jarang sekali
digunakan asesmen bentuk lain, padahal mungkin lebih sesuai digunakan untuk
pengukuran tujuan instruksional tertentu. Alat ukur (instrumen) yang dapat
digunakan ialah pedoman obeservasi, skala sikap, daftar cek dan lain-lain.
Hasil belajar mahasiswa bukan saja di bidang kognitif, tetapi juga
afektif dan psikomotor. Kerja Praktek
Lapangan dan Kerja Laboratorium yang lebih mengutamakan penampilan kemampuan
dan keterampilan (performans) tidaklah sesuai apabila diukur hasil belajarnya
melalui pertanyaan bentuk tes. Untuk ini lebih cocok digunakan pedoman
observasi, karena yang lebih penting ialah apa yang dapat dibuat oleh
mahasiswa, bukannya apa yang diketahuinya atau dipahaminya. Demikian pula untuk
mengukur tujuan belajar di bidang afektif, lebih cocok menggunakan pedoman
observasi sebagai alat ukur.
Alat ukur hasil belajar non-tes yang sering digunakan ialah :
1. Participation Chart (bagan
partisipasi).
Formulir berbentuk bagan ini terutama
digunakan pada obeservasi, misalnya keikutsertaan (partisipasi) mahasiswa dalam
diskusi kelompok. Partisipasi mahasiswa secara suka rela atau belajar aktif ini
merupakan suatu tujuan belajar ( ranah afektif) dalam rangka meningkatkan daya
tahan ingatan (retensi) mengenai materi pelajaran, meningkatkan rasa percaya
diri, harga diri, dan lain-lain. Formulir yang digunakan terdiri atas daftar
nama mahasiswa dan 4 kolom yang menyatakan kualitas kontribusi masing-masing
mahasiswa dalam diskusi dengan pengisian jumlah (tally) banyaknya masing-masing
kontribusi. (contoh formulir dapat dilihat pada lampiran).
2. Chek List (daftar cek).
Daftar cek berguna untuk mengukur hasil
belajar berupa produk maupun proses,
yang dapat dirinci dalam komponen-komponen yang lebih kecil, terdefinisi atau
sangat spesifik. Semakin lengkap komponennya (termasuk yang tidak terlalu
penting) semakin besar manfaatnya dalam pengukuran. Daftar cek terdiri atas komponen atau aspek
yang diamati dan tanda cek yang
menyatakan ada tidaknya komponen itu dalam observasi. (contoh daftar cek dapat
dilihat pada lampiran).
3. Rating Scale (skala lajuan).
Alat ukur non-tes ini menggunakan suatu
prosedur terstruktur untuk memperoleh informasi tentang sesuatu yang
diobservasi, yang menyatakan posisi sesuatu itu dalam hubungannya dengan yang
lain. Skala ini berisi seperangkat pernyataan tentang karakteristik, atau
kualitas dari sesuatu yang akan diukur beserta pasangannya yang menunjukkan
peringkat karakter atau kualitas yang dimiliki. Jadi suatu skala lajuan terdiri
atas 2 bagian, yaitu (1) pernyataan tentang keberadaan atau kualitas keberadaan
suatu unsur atau karakteristik, (2) petunjuk penilaian tentang pernyataan
tersebut.
Skala lajuan terdiri atas beberapa tipe :
A. Numerical Rating Scale. Komponen skala lajuan ini adalah pernyataan
tentang karakteristik atau kualitas tertentu dari sesuatu yang diukur
keberadaannya, diikuti oleh angka yang menunjukkan keberadaannya . Lihat contoh pada lampiran.
B. Descriptive Graphic Rating Scale. Skala lajuan ini tidak
menggunakan angka tetapi dengan memberi tanda tertentu pada suatu kontinuum
baris. Tipe skala lajuan ini baik digunakan untuk mendeskripsikan profil dari
suatu kegiatan, prosedur atau hasil dari kegiatan tertentu.
C. Ranking
Methods Rating Scales.
Kegunaan menyusun ranking mempunyai 2
kegunaan : (1) menyusun ranking kedudukan mahasiswa dalam aspek tertentu atau
keseluruhan aspek hasil belajar dan (2) untuk memeriksa kemampuan mahasiswa
dalam menentukan kedudukan relative suatu komponen dalam prosedur tertentu.
Caranya ialah dengan menentukan dahulu ranking tertinggi dan terendah, lalu bergerak
ke tengah.
D. Paired
Comparison Rating Scale.
Tipe ini digunakan untuk membandingkan hasil
kerja atau tugas seorang mahasiswa dengan yang lainnya. Setiap kali diputuskan
hasil kerja terbaik dari perbandingan 2 orang mahasiswa. Hasil pembandingan dilakukan
menggunakan matriksi seperti pada contoh di lampiran.
4. Attitude Scales (skala sikap).
Untuk memahami pengukuran sikap (attitude),
perlu dipahami dulu pengertian sikap sebagai suatu konsep psikologi. Sikap
harus memenuhi 2 kriteria, yaitu dapat diamati dan dapat diukur. Bila salah
satunya tidak ada, maka konstruksi tersebut tidak dapat digunakan dalam
penelitian ilmiah. Definisi terakhir tentang sikap : Sikap adalah identitas
kecenderungan positif atau negative terhadap suatuobjek psikologis tertentu.
Secara umum definisi Thurstone (1946) ini dapat dirumuskan : Attitude is
(1) affect for or against, (2) evaluation of, (3) like or dislike of,
(4) positiveness or negativeness toward a psychological object .
Konstruksi skala sikap dimulai dengan menentukan
dan mendefinisikan objek sikap yang akan diukur itu (sikap apa). Setelah itu
dikumpulkan butir-butir pernyataan tentang objek sikap itu. Kemudian ditentukan
format jawaban yang akan digunakan dan cara penskoran.
A
Skala Likert
B. Skala Thurstone, terbagi
lagi atas tiga teknik skala sikap : (1) metode Paired Comparisons, (2)
metode Equal-appearing Intervals, dan (3) Successive Intervals.
C. Skala Guttmann
Yang paling umum digunakan ialah Skala
Likert. Prinsip penggunaan skala ini ialah menentukan lokasi kedudukan
seseorang dalam suatu continuum sikap terhadap suatu objek sikap, mulai dari
sangat negatif sampai dengan sangat positif. Penentuan lokasi dilakukan dengan
mengkuantifikasi pernyataan seseorang terhadap butir pernyataan. Skala 1
berarti sangat negatif dan skala 5 berarti sangat positif. Lihat contoh pada
lampiran.
V. Asesmen Menggunakan
instrumen tes
Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan Penilaian
Acuan Norma (PAN)
PAN dan PAP
digunakan pada asesmen yang menggunakan ujian atau tes sebagai alat ukur.
Penilaian Acuan Norma (PAN) atau
norm-referenced test pada dasarnya merupakan suatu kompetisi antara mahasiswa
yang akan menghasilkan ranking mahasiswa, 5% teratas memperoleh nilai A, 10%
berikutnya mendapat B , dan seterusnya 50% terbawah tidak lulus.(Ini sekedar
contoh). Metode asesmen ini cukup baik apabila tujuannya ialah untuk menyeleksi
jumlah orang (terbaik) tertentu untuk suatu jabatan, menentukan tempat
seseorang pada mata kuliah atau untuk masuk menjadi anggota tim tertentu.
Kualitas hasil akan sangat berbeda dari kelompok yang satu dengan yang lain. Di
sini seakan-akan digunakan sistem gugur bagi yang kalah bersaing. Contoh
penggunaannya ialah pada tes I.Q (Intelligent Quotient).
Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau
Kriteria (Criterion-Reference Test) ialah istilah yang digunakan untuk asesmen
terhadap suatu kriteria yang pasti. Secara teoretis, dapat berarti bahwa yang
mengikuti tes ini dapat lulus atau tidak berdasarkan kriteria yang sudah
ditetapkan. Tes PAN sebenarnya juga menetapkan kriteria, tetapi lebih
menekankan pada aplikasi statistik. Jadi sebenarnya Tes PAP lebih adil, asalkan
kriteria telah ditetapkan sebelumnya dan tes itu sahih dan terandalkan.
VI. Asesmen Alternatif (Alternative Assessment)
Karakteristik jenis asesmen
demikian itu ialah :
1.
mahasiswa terlibat dalam tugas
performans yang berarti
2.
terdapat standar dan kriteria yang
jelas tentang kinerja yang paling baik (excellence).
3.
terdapat penekanan pada
metakognisi (metacognition) dan evaluasi diri.
4.
mahasiswa menampilkan produk dan
performans yang berkualitas.
5.
terdapat interaksi positif antara
orang yang mengases dan yang diases.
Terdapat 2 segi (feature) utama
pada asesmen alternatif:
1.
semuanya dianggap sebagai
alternatif lain daripada tes pilihan ganda tradisional, standardized
achievement tests.
2.
semuanya merupakan asesmen
langsung mengenai performans mahasiswa untuk tugas signifikan yang relevan
dengan kehidupan di luar sekolah.
Perbandingan ketiga bentuk
asesmen (Burke K.,1998 dan Fogarty R.,1998 ) :
Asesmen tradisional
(Traditional Assessments), difokuskan pada nilai (grade) dan kedudukan
(ranking), pengetahuan, kurikulum, dan ketrampilan, yang diimplementasikan
melalui asesmen di kelas (test, kuis, tugas pekerjaan rumah), dan tes baku (PAN atau PAP).
Asesmen Performans
(Performance Assessments), yang difokuskan pada hasil dan standar yang
dapat diamati, aplikasi dan transfer yang diimplementasikan sesuai standar,
tugas, kriteria dan rubrik penskoran.
Asesmen Portfolio
(Portfolio Assessments), dengan fokus pada pertumbuhan (growth) dan
perkembangan (development) seiring waktu, yang diimplementasikan melalui
seleksi, refleksi, dan pemeriksaan tugas kelas sesuai dengan tujuan dan
evaluasi-diri.
Asesmen performans
difokuskan pada observasi langsung performans mahasiswa. Mahasiswa menciptakan
projek atau menampilkan (perform) tugas-tugas berdasarkan standar, kriteria dan
indikator yang telah ditetapkan sebelumnya, yang dievaluasi menggunakan
rubrik penskoran. Dosen senantiasa dapat mengobservasi mahasiswanya belajar
di kelas. Namun untuk mendokumentasikan pengamatan ini tidaklah gampang dan
makan waktu banyak. Akhir-akhir ini telah dikembangkan berbagai instrumen untuk
mengumpulkan dan mengorganisasikan data yang diamati itu.
VI.1 Pendahuluan
(James Atherton, 2001)
VI.2 Latar Belakang Psikologis
(Asmawi Zainul, 2001 “Alternative
Assessment”, PAU-PPAI, DitJenDikti , DepDikNas)
Karakteristik utama asesmen
alternatif bukan saja mengukur hasil belajar (achievement) mahasiswa, tetapi
juga memberi informasi yang jelas tentang proses pembelajaran. Asesmen ini
sangat terkait dengan teori belajar. Ada
beberapa teori belajar yang dapat dijadikan landasan kuat untuk pelaksanaan
asesmen alternatif.
Asesmen alternatif
Asesmen otentik (Authentic
Assessment) atau asesmen kinerja (performance assessment), adalah salah satu
bentuk atau sinonim asesmen alternatif. Suatu asesmen dikatakan otentik apabila
secara langsung diukur (diamati) perilaku mahasiswa mengerjakan tugas
intelektual yang penting. Lebih sepsifik, asesmen otentik itu diartikan sebagai
proses penilaian kinerja perilaku mahasiswa secara multidimensional pada
situasi nyata (life-like performance behavior). Sedangkan asesmen kinerja
disefinisikan sebagai proses perolehan (achievement), penerapan pengetahuan dan
keterampilan melalui proses pembelajaran, yang menunjukkan kemampuan mahasiswa
dalam proses itu atau dalam produk yang dihasilkan. Sebaliknya, asesmen
tradisional bergantung pada sesuatu yang tak langsung atau bentuk substitusinya
yang disederhanakan, yang mungkin dapat ditarik inferensi yang valid tentang
kinerja mahasiswa pada tantangan bernilai itu.
The Building Tool Room,
(available on line at : www.newhorizons.org/assmtterms.html)
menjelaskan asesmen
alternatif sebagai :
Beberapa perbandingan dengan tes baku yang tradisional :
Jadi asesmen alternatif ialah alternatif pengukuran atau evaluasi
hasil belajar mahasiswa yang lain daripada ujian tradisional yang sudah baku,
misalnya menggunakan ujian “essay” atau “multiple choice”, menggunakan batas
lulus (passing grade atau PAP) atau berdasarkan rata-rata kelas (Penilaian
acuan norma = PAN), dan pengukuran lain yang menggunakan kertas dan pinsil
(paper and pencil test). Asesmen alternatif mungkin mengharuskan mahasiswa
untuk :
Ø
menjawab pertanyaan yang
“open-ended” (tidak ada jawaban standar),
Ø
mengerjakan penyelesaian
suatu masalah,
Ø
mendemonstrasikan suatu
ketrampilan, atau
Ø
menghasilkan suatu
karya,
Asesmen alternatif dapat
menggunakan Rubrik Penskoran (Scoring Rubrics), Portfolio atau Observasi oleh
instruktor.
Perbandingan asesmen alternatif dengan asesmen tradisional ;
v
Asesmen otentik
mengharuskan mahasiswa menampilkan pengetahuan yang diperolehnya secara efektif (Asesmen tradisional : hanya mengungkapkan
kemampuan mahasiswa mengidentifikasi, mengingat kembali apa yang sudah
dipelajarnya di luar konteksnya, contohnya sama dengan mengajar mengemudikan
mobil scara lisan).
v
Asesmen otentik memberikan
mahasiswa keseluruhan tugas yang mencerminkan prioritasnya, dan tantangan yang
ditemukan dalam kegiatan instruksional yang terbaik, misalnya melaksanakan
penelitian; menulis, mereivsi dan mendiskusikan makalah; memberikan analisis
oral tentang peristiwa politik terakhir; bekerjasama dengan orang lain dalam
debat, dst.nya. Tes konvensional biasanya terbatas pada pertanyaan dengan satu
jawaban yang benar, yang dinamakan “paper and pencil test”.
v
Asesmen otentik menghendaki
bahwa mahasiswa dapat menciptakan jawaban yang berbahasa ilmiah, menyeluruh dan
dapat dijustifikasi.
v
Asesmen otentik mencapai
validitas dan keterandalan (reliability) dengan cara meningkatkan dan
membakukan kriteria yang sesuai untuk menskor produk yang sangat bervariasi,
sedangkan tes tradisional membakukan butir tes objektif, sehingga hanya
mempunyai 1 jawaban yang benar.
v
Uji validitas sebagian
tergantung pada : apakah tes itu
mensimulasikan tes kemampuan lulusan dalam dunia nyata kelak. Validitas pada
tes pilihan ganda ditentukan dengan cara membandingkan butir tes dengan isi
kurikulum, atau melalui korelasi dengan butir tes yang lain.
Mengapa diperlukan Asesmen
Alternatif yang banyak memerlukan banyak waktu dan tenaga
untuk mempersiapkannya ?
Meskipun tes pilihan ganda dapat
merupakan indikator atau prediktor yang valid mengenai penampilan akademik,
seringkali tes ini mengalihkan perhatian (mislead) dosen dan mahasiswa tentang jenis keterampilan yang seharusnya
dikuasai mahasiswa. Norma bukan merupakan standar; butir soal bukanlah masalah
yang sebenarnya; dan jawaban yang benar bukanlah rationale (dasar pemikiran,
alasan). Mereka yang mempertahankan tes tradisional tidak melihat bahwa bentuk
tesnya, bukannya isi tes yang merugikan proses belajar. Mahasiswa merasa bahwa
belajar itu menyesakkan, dosen percaya bahwa tes itu adalah pencari fakta,
pemaksaan yang terdiri atas susunan pertanyaan, yang sebenarnya tidak relevan
dengan tujuan dan keberhasilan belajar mahasiswa. Baik dosen maupun mahasiswa
digiring pada keyakinan bahwa jawaban yang benar itu lebih penting daripada
kebiasaan berpikir, dan justifikasi pendekatan serta hasil pekerjaan seseorang.
Karena itu pendekatan terhadap
tugas dan hasil yang otentik dapat meningkatkan proses pengajaran dan belajar;
mahasiswa memperoleh kejelasan yang lebih besar tentang kewajiban mereka (dan
diminta mengerjakan tugas yang lebih menarik hati), dan dosen akan percaya
bahwa hasil asesmen itu lebih berarti dan lebih berguna dalam meningkatkan
proses pembelajaran. Apabila tujuan dosen hanya untuk memonitor kinerja
mahasiswa, maka tes konvensional mungkin sudah memadai. Tetapi apabila
tujuan dosen ialah meningkatkan kinerja ke arah yang lebih baik, maka tes itu
hendaknya terdiri atas tugas yang dapat dijadikan contoh, kriteria dan standar.
Apakah kita ingin mengevaluasi:
-
pengajuan masalah dan penyeleaian
masalah dalam bidang matematika
-
penelitian eksperimental dalam
sains
-
berbicara, mendengarkan, dan
memfasilitasi suatu diskusi
-
melakukan inkuiri sejarah
berdasar-dokumen
-
secara teliti merevisi suatu
tulisan sampai dapat terbaca oleh pembaca ?
Pada asesmen otentik, mahasiswa :
-
melakukan eksperimen sains
-
melaksanakan penelitian ilmu
sosial
-
menulis cerita dan laporan
-
membaca dan menginterpretasi
sastra
-
menyelesaikan masalah matematik
Asesmen otentik
menggunakan sampel penampilan (performance samples), kegiatan belajar,
kemampuan berpikir, yang terdiri atas 5 sampel penampilan utama :
- Asesmen kinerja (Performance Assessment), penulisan, revisi, penyajian laporan
- Penelitian pendek (Short Investigations)
- Open-Response Questions
- Portfolio
- Self-Assessment
Asesmen Kinerja (Performance
Assessment)
Asesmen ini merupakan suatu
observasi sistematik secara langsung,
dan penilaian terhadap tercapainya suatu tujuan (instruksional). Seringkali oberservasi dilakukan terus menerus
selama periode waktu tertentu, dan
secara khusus penilaian menyangkut pengkreasian suatu produk. Asesmen dapat
berbentuk interaksi kontinu antara dosen dan mahasiswa, dan secara ideal
menjadi bagian dari proses pembelajaran. Asesmen hendaknya merupakan performans
dari kenyataan yang relevan dengan komunitas mahasiswa dan lingkungannya.
Asesmen performans ini dilakukan menggunakan rubrik, atau panduan penskoran
analitik yang dapat membantu objektivitasnya. Asesmen berdasar-performans
berbentuk suatu tes penerapan pengetahuan dalam keadaan kehidupan sehari-hari,
Performans tugas merupakan suatu contoh dalam mendemonstrasikan kemampuan
intelektual.
Asesmen kinerja sering
dipertukarkan dengan asesmen altenatif atau asesmen otentik. Pengertian
dasarnya adalah asesmen yang mengharuskan mahasiswa mempertunjukkan kinerja,
bukan menjawab atau memilih jawaban yang tersedia. Misalnya mahasiswa diminta
menjelaskan suatu peristiwa sejarah penting dengan menggunakan kata-kata atau
cara sendiri. Dengan demikian mahasiswa diharapkan dapat menunjukkan
penguasaannya tentang sejarah itu. Contoh lain ialah memecahkan masalah
matematika dengan cara dan hasil yang benar, atau menetapkan kadar suatu
senyawa obat tertentu menggunakan metode dan prosedur yang benar yang dipilih
sendiri oleh mahasiswa. Dapat pula mahasiswa diminta menyusun suatu hipotesis.
Semuanya itu diberikan dalam bentuk tugas atau task. Dalam menilai pencapaian tugas yang
diberikan kepada mahasiswa tersebut, perlu ditetapkan kriteria yang
disepakati terlebih dahulu, yang disebut rubrik. Dengan demikian maka
asesmen kinerja yang utama ialah tugas (tasks) dan rubrik (rubrics) sebagai
kriteria penilaian..
Rubrik Penskoran ( Scoring Rubrics)
Rubrik
Suatu rubrik secara umum ialah patokan
penskoran yang digunakan dalam asesmen subjektif. Suatu rubrik mengharuskan
adanya suatu aturan tentang penetapan kriteria pada sistem asesmen yang harus
diikuti pada evaluasi. Rubrik dapat berbentuk deskripsi eksplisit tentang
karaktersitik performans tertentu pada suatu rentangan skala. Rubrik penskoran
secara eksplisit menunjukkan kualitas
performans yang diharapkan menurut rentang skala, atau definisi tentang suatu
titik skor tertentu pada skala.
Rubrik penskoran ialah
skema penilaian deskriptif, yang digunakan sebagai patokan dalam menganalisis
produk maupun proses usaha dan keberhasilan mahasiswa. Rubrik ini digunakan
untuk penilaian (judgment) kualitas, dan dapat digunakan untuk mengevaluasi
berbagai subyek ataupun kegiatan. Salah satu contoh penggunaan rubrik penskoran
ialah sebagai panduan dalam mengevaluasi suatu tulisan ilmiah, atau suatu
presentasi oral (seminar mahasiswa). Penilaian kualitas tulisan atau presentasi
oral cenderung berbeda-beda menurut kriteria yang ditetapkan oleh masing-masing
evaluator. Evaluator yang satu mungkin kebih menekankan pada gramatika
penulisan, yang lainnya mungkin pada segi argumentasi dalam tulisan. Dengan
dikembangkannya skema penilaian sebelumnya untuk proses evaluasi, subyekyivitas
evaluator yang terlibat itu akan lebih menjadi objektif.
Rubric adalah skala lajuan
(rating scales), berbeda dengan ceklist, yang digunakan pada asesmen penampilan
(performance assessment). Rubrik secara formal dirancang sebagai pedoman
penskoran, yang terdiri atas criteria penampilan spesifik yang telah dirancang
sebelumnya, dan digunakan untuk menilai
hasilkerja mahasiswa pada asesmen penampilan. Secara khas, rubrik merupakan
format spesifik dari suatu instrumen penskoran yang digunakan untuk
mengevaluasi penampilan mahasiswa atau produk yang dihasilkan dari suatu tugas
penampilan.
Terdapat 2 jenis rubrik :
1.
Rubrik Holistik, penskoran
dilakukan terhadap proses keseluruhan atau kesatuan produk tanpa menilai bagian
komponen secara terpisah. Contoh: Rubrik untuk Penilaian pada Seminar Rencana
Penelitian dan hasil Penelitian.
2.
Rubrik Analitik, penskoran
mula-mula dilakukan atas bagian-bagian individual produk atau penampilan secara
terpisah, kemudian dijumlahkan skor individual itu untuk memperoleh skor total.
Scoring Instruments for
Performance Assessments
Rating Scales
Checklists
Rubrics
Analytical Rubrics
Holistic Rubrics
Rubrik Holistik
Rubrik holistic biasanya
digunakan apabila kesalahan pada bagian dari proses masih dapat ditolerir,
asalkan kualitas keseluruhannya cukup tinggi. Penggunaan rubric holistic
mungkin tidak sesuai bagi suatu tugas penampilan yang mengharuskan mahasiswa
untuk menciptakan respons tertentu, atau tidak terdapat jawaban benar secara
pasti. Fokus dari suatu skor yang menggunakan rubrik holistik ialah terhadap
kualitas secara keseluruhan, kemahiran atau pemahaman terhadap isi dan
ketrampilan spesifik, jadi meliputi asesmen yang bertaraf unidimensi.
Penggunaan rubrik holistic dapat menghasilkan proses scoring yang lebih cepat
dibanding rubrik analitik. Pada dasarnya hal ini disebabkan oleh karena si
penilai atau pemeriksa diharapkan untuk membaca , memeriksa produk atau
penampilan mahasiswa hanya sekali dalam rangka memperoleh kesan yang menyeluruh
tentang hasil pekerjaan mahasiswa. Karena intinya ialah asesmen keseluruhan
penampilan, maka rubrik holistik digunakan secara khas, meskipun tidak
eksklusif apabila tujuan asesmen
penampilan itu bersifat sumatif. Pada umumnya, hanya dapat diberikan kepada
mahasiswa umpan balik yang sangat terbatas sebagai hasil penskoran tugas
penampilan menggunakan cara ini. Sebuah contoh rubrik penskoran holistik dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Template for Holistic Rubrics
|
|
Skor
|
Uraian
|
5
|
Memperlihatkan pemahaman yang
lengkap tentang permasalahan. Semua persyaratan tentang tugas terdapat dalam
jawaban
|
4
|
Memperlihatkan cukup pemahaman tentang permasalahan. Semua
persyaratan tentang tugas terdapat dalam jawaban
|
3
|
Memperlihatkan hanya sebagian
pemahaman tentang permasalahan. Kebanyakan persyaratan tentang tugas terdapat
dalam jawaban
|
2
|
Memperlihatkan sedikit
pemahaman tentang permasalahan. Banyak persyaratan tugas yang tidak ada
|
1
|
Memperlihatkan tidak ada
pemahaman tentang permasalahan
|
0
|
Tidak ada jawaban / Tidak ada
usaha
|
Rubrik Analitik
Rubrik Analitik biasanya dipilih
apabila dinginkan tipe respons yang cukup terfokus, yaitu untuk tugas
penampilan yang mungkin mempunyai 1 atau 2 jawaban, dan kreativitas tidak
terlalu esensial dalam jawaban mahasiswa. Lagipula, pada mulanya rubric
analitik terdiri atas beberapa skor, yang diikuti dengan penjumlahan untuk skor
akhir. Penggunaannya mewakili asesmen pada tingkatan multidimensi. Seperti
telah dikatakan semula bahwa penggunaan rubric analitik dapat mengakibatkan
proses penskoran itu sangat lambat, sebagai akibat dari pengukuran berbagai
ketrampilan atau karakteristik yang sangat berbeda, yang masing-masing
memerlukan pemeriksaan berulang kali. Baik pengkonstruksiannya maupun pada
penggunaannya memerlukan waktu yang lama. Ketentuan umumnya ialah bahwa
pemeriksaan pekerjaan seseorang itu memerlukan waktu tersendiri untuk setiap tugas
penampilan yang spesifik atau criteria penskoran. Namun demikian, keuntungan
penggunaan rubric analitik itu sangat berarti. Derajat umpanbalik yang
diberikan kepada mahasiswa (dan dosen) sangatlah bermakna. Mahasiswa menerima
umpanbalik spesifik terhadap setiap kriteria penskoran individual dari
penampilannya, dan hal ini tidak terjadi pada penggunaan rubrik holistic.
Setelah itu dimungkinkan untuk menciptakan suatu “profil” tentang kekuatan dan
kelemahan mahasiswa secara spesifik. Pada Tabel 2 disajikan templat rubrik
penskoran analitik.
Sebelum mendesain rubrik yang
spesifik, perlu ditetapkan terlebih dahulu apakah penampilan atau produk itu
akan diskor secara holistik atau analitik. Menggunakan rubric apapun, perlu
diidentifikasi dan dirumuskan kriteria
penampilan spesifik (TIK) dan indikator yang dapat diamati, sebagai langkah
awal pengembangan. Keputusan tentang pemilihan pendekatan holistik atau
analitik pada penskoran mempunyai beberapa kemungkinan implikasi. Hal
terpenting yang perlu dipertimbangkan terlebih dahulu ialah bagaimana akan
menggunakan hasil akhirnya. Apabila diinginkan skor sumatif secara keseluruhan,
lebih baik memilih pendekatan holistik. Sebaliknya, jika tujuannya ialah
umpanbalik formatif , maka gunakanlah rubrik penskoran analitik. Perlu dicatat,
bahwa jenis pendekatan yang satu tidaklah lebih baik dari yang lain, yang
penting ialah, mana yang sesuai untuk tujuan yang diinginkan. Implikasi
lain meliputi waktu yang dibutuhkan, sifat tugas itu sendiri, dan kriteria
penampilan spesifik yang diamati.
Tabel 2
Templat untuk rubrik analitik
|
|||||
|
Tahap Awal
1
|
Pengembangan
2
|
Terselesaikan
3
|
Patut Dicontoh
4
|
Skor
|
Kriteria
#
1
|
Uraian menggambarkan tahap
awal penampilan
|
Uraian menggambarkan
gerakan ke arah tingkat penguasaan penampilan
|
Uraian menggambarkan
pencapaian tingkat penguasaan penampilan
|
Uraian
menggambarkan tingkat penampilan tertinggi
|
|
Kriteria
#
2
|
Uraian menggambarkan tahap
awal penampilan
|
Uraian menggambarkan
gerakan ke arah tingkat penguasaan penampilan
|
Uraian menggambarkan
pencapaian tingkat penguasaan penampilan
|
Uraian
menggambarkan tingkat penampilan tertinggi
|
|
Kriteria
#
3
|
Uraian menggambarkan tahap
awal penampilan
|
Uraian menggambarkan
gerakan ke arah tingkat penguasaan penampilan
|
Uraian menggambarkan
pencapaian tingkat penguasaan penampilan
|
Uraian
menggambarkan tingkat penampilan tertinggi
|
|
Kriteria
#
4
|
Uraian menggambarkan tahap
awal penampilan
|
Uraian menggambarkan
gerakan ke arah tingkat penguasaan penampilan
|
Uraian menggambarkan
pencapaian tingkat penguasaan penampilan
|
Uraian
menggambarkan tingkat penampilan tertinggi
|
|
Seperti terlihat pada templat 1
dan 2, berbagai tingkatan penampilan mahasiswa itu dapat ditetapkan menggunakan
label kuantitatif ( misalnya numerik) , atau kualitatif (misanya deskriptif).
Dalam hal tertentu mungkin diperlukan kedua label, kualitatif maupun
kuantitatif. Jika suatu rubrik mengandung 4 tingkatan kemahiran atau pengertian
dakam suatu kontinuum (kelanjutan), maka label kuantitatifnya akan berkisar
antara “1” sampai “4”. Lebih fleksibel dan lebih kreatif apabila menggunakan
label kualitatif . Suatu tipe umum skala kualitatif dapat meliputi label sebagai berikut : master,
expert, apprentice, and novice. Hampir semua tipe skala kualitatif dapat
digunakan asalkan sesuai dengan tugas.
Salah satu aspek penting pada
penskoran kinerja mahasiswa menggunakan rubrik ialah pengubahannya /
pengkonversiannya menjadi markah / nilai (grading). Pada rubrik, sebaiknya
tidak digunakan persentase. Sebagai contoh, jika suatu rubrik mempunyai 6
tingkatan atau angka, maka angka 3 tidak dapat diartikan sama dengan 50 %
pengetahuan (setara dengan nilai E = tidak lulus). Proses konversi skor
rubrik ke nilai atau kategori lebih merupakan proses logika daripada matematis.
Diusulkan oleh Trice (2000), agar dalam sistem penskoran rubrik, lebih banyak
skor (nilai) berada pada kategori rata-rata dan di atas rata-rata (setara nilai
C dan lebih baik, dibanding di bawah rata-rata. Sebagai contoh, jika rubrik
terdiri atas 9 kategori skor, diberikan pada tabel 3.
Tabel 3
Sampel Nilai dan Kategori
|
||
Skor Rubrik
|
Nilai (Grade)
|
Kategori
|
8
|
A+
|
Sangat Baik
|
7
|
A
|
Sangat Baik
|
6
|
B+
|
Baik
|
5
|
B
|
Baik
|
4
|
C+
|
Cukup
|
3
|
C
|
Cukup
|
2
|
E
|
Tidak memuaskan
|
1
|
E
|
Tidak memuaskan
|
0
|
E
|
Tidak memuaskan
|
Langkah-Langkah
perancangan Rubrik Penskoran
Langkah 1.
Periksa kembali Tujuan Instruksional (TIK) yang dituju oleh tugas.
Hal ini perlu untuk menyamakan pedoman penskoran Anda dengan TIK dan
pelaksanaan pembelajaran.
Langkah 2.
Mengidentifikasi atribut spesifik (indikator) yang dapat diamat,i yang
ingin Anda lihat (maupun yang tidak ingin Anda lihat), yang akan ditampilkan
mahasiswa dalam produk, proses maupun kinerjanya.
Perlu diperinci karakteristik,
ketrampilan, atau perilaku yang akan Anda cari, maupun kesalahan umum yang
tidak mau Anda lihat.
Langkah 3
Diskusikan karakteristik yang menyertai setiap atribut.
Identifikasi cara untuk menguraikan: kinerja di atas rata-rata, rata-rata, dan
di bawah rata-rata untuk setiap atribut yang dapat diamati pada langkah 2.
Langkah 4a.
Untuk rubrik holistik, tuliskan deskripsi naratif yang lengkap untuk
hasilkerja yang sangat baik dan sangat buruk, dengan memasukkan setiap atribut
ke dalam dekripsi itu. Uraikan tingkat kinerja tertinggi dan terendah
dengan memadukan deskripsi untuk semua atribut.
Langkah 4b.
Untuk rubrik analitik, tuliskan deskripsi naratif lengkap untuk
hasilkerja yang sangat baik dan sangat buruk untuk setiap atribut secara
individual. Uraikan tingkat kinerja
tertinggi dan yang terendah dengan menggunakan deskriptor untuk setiap atribut
secara terpisah.
Langkah 5a.
Untuk rubrik holistik, lengkapi rubrik dengan menguraikan tingkataan
lain pada kontinuum yang berkisar dari kinerja yang sangat baik sampai buruk
dari atribut secara kolektif. Tuliskan deskripsi untuk semua tingkatan
antara dari kinerja
Langkah 5b.
Untuk rubrik analitik, lengkapi rubrik dengan cara menguraikan
tingkat-tingkat lain pasa kontinuum yang berkisar dari sangat baik sampai buruk
untuk setiap atributf. Tuliskan uraian untuk semua tingkat antara dari
kinerja secara terpisah untuk setiap atribut .
Langkah 6
Kumpulkan sampel dari pekerjaan mahasiswa yang mewakili contoh setiap
tingkat. Ini akan berguna sebagai “benchmark” (batas ambang = batas
minimal) dan membantu Anda pada penskoran di waktu yang akan datang.
Langkah 7
Revisi rubrik sesuai kebutuhan. Siapkan keefektifan rubrik,
perbaiki sebelum digunakan di lain waktu.
CONTOH RANCANGAN RUBRIK PENSKORAN (menggunakan langkah-langkah 1-7)
Contoh I: Rubrik Holistik
Ø
Pokok Bahasan : Matematik;
subpokok bahasan : analisis data yang difokuskan pada ketrampilan mengestimasi
dan menginterpretasi grafik . Secara khusus pada akhir unit ini, dosen dapat
mengases (menilai) penguasaan mahasiswa akan TIK :
-
menginterpretasi grafik batang
(bar) dengan cara yang sesuai
-
mengestimasi (secara akurat)
nilai-nilai dalam grafik batang
(Langkah 1)
Ø
Karena maksud tugas kinerja
ini bersifat sumatif (nilai akan digabung dengan skor mahasiswa), maka
dirancang suatu rubrik holistik. Untuk ini diidentifikasi 4 atribut berikut
sebagai fokus rubriknya : estimasi, komputasi matematik, kesimpulan, dan
mengkomunikasi penjelasannya
(Langkah 2 dan 3)
Ø
Pada akhirnya dibuat konsep
deskripsi dari berbagai tingkat kinerja untuk atribut yangdapat diamati itu
(Langkah 4 dan 5). Hasil akhir rubrik dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4
Tugas Kinerja Matematik – Rubrik Penskoran
Analisis Data
|
|
Skor
|
Uraian
|
4
|
Melakukan estimasi akurat.
Menggunakan operasi matematik yang sesuai tanpa salah. Mengambil kesimpulan
logis yang didukung oleh grafik. Sangat baik memberikan penjelasan pemikiran.
|
3
|
Melakukan estimasi yang baik.
Menggunakan operasi matematik yang
sesuai dengan sedikit kesalahan.Mengambil kesimpulan yang logis yang didukung
oleh grafik. Memberikan penjelasan pemikiran yang baik.
|
2
|
Berusaha melakukan estimasi ,
meskipun kebanyakan tidak akurat. Menggunakan operasi matematik yang tidak
sesuai, meskipun tanpa salah. Mengambil kesimpulan yang tidak didukung oleh
grafik. Sedikit memberikan penjelasan
|
1
|
Melakukan estimasi tidak
akurat. Menggunakan operasi matematik yang tidak sesuai. Tidak ada kesimpulan
yang berkaitan dengan grafik. Tidak memberikan penjelasan cara berpikir.
|
0
|
Tidak ada jawaban / tugas tidak
selesai
|
Contoh: Penilaian Ujian Skripsi Jurusan farmasi
PANCASAKTI (Seminar II)
Aspek Penilaian
|
Nilai (Angka)
|
1. Teknik Penulisan Ilmiah
|
|
2. Konsistensi Penulisan Ilmiah
|
|
3. Penyajian Materi
|
|
4. Penguasaan Materi
|
|
5. Kejujuran Ilmiah
|
|
JUMLAH NILAI
RATA-RATA
|
|
Kriteria Penilaian : A =
≥ 80
B = 71-79
C = 61-70
Tidak lulus =
≤ 60
Pertanyaan :
- Bagaimana yang dikatakan Teknik Penulisan Ilmiah yang baik ? , sehingga dapat diberi nilai, misalnya 90
- Apa yang dimaksud dengan Konsistensi Penulisan Ilmiah ?
- Apa yang dinilai pada Penyajian Materi ?
- Bagaimana Penguasaan Materi yang Baik ?
- Apa yang dimaksud sengan Kejujuran Ilmiah ?
Jawaban (sementara):
1.
Teknik Penulisan Ilmiah yang baik,
apabila :
-
Judul Tulisan dirumuskan dengan
baik
-
Permasalahan dirumuskan
berdasarkan latar belakang yang kuat
-
Metode yang dipilih sesuai dengan
cara pembuktian (hipotesis)
-
Hasil yang diperoleh dirmuskan
dalam Kesimpulan yang menunjang judul.
2.
Konsistensi Penulisan Ilmiah
sebaiknya diganti : Bentuk dan Format, yang meliputi pula
penggunaan Bahasa Indonesia yang
baik dan benar
-
Pendahuluan berisi latar belakang,
metode eksperimen dan cara pengambilan
kesimpulan
-
Pola Penelitian yang berisi pola
pikir untuk mencapai kesimpulan
-
Tinjauan Pustaka yang relevan
dengan Pola Penelitian, disertai notasi
-
Cara Kerja yang sesuai dengan Pola
Penelitian
3.
Contoh : Rubrik Asesmen /
Kriteria untuk Rencana Penelitian
(Education 690 : Assessment
Rubric/Criteria for Research Plan)
Kriteria
Dan Kualitas
|
Kurang
|
Baik
|
Sangat Baik
|
Nilai
(Angka)
|
Pendahuluan
Topik
Hipotesis atau
Permasalahan
|
Tidak terdapat referensi
-
latar belakang judul yang dipilih
-
-
Hipotesis atau
-
Permasalahan kurang jelas
(10)
|
Pembaca
dapat
menyimak keseluruhan masalah atau judul.
Permasalahan atau hipotesis
telah dinyatakan, namun tidak terlalu jelas tentang pengujiannya (11-13)
|
- Judul cukup jelas
dipaparkan dalam bentuk pola rancangan
yang mengacu pada arah pelaporan
-Hipotesis jelas dan dapat
diuji
- Apabila diajukan dalam
bentuk permasalahan, maka telah terandung ide-ide yang relevan untuk diteliti
(14-15)
|
Maks.
15
|
Metodologi :
Sampel
|
Tidak jelas siapa partisipan
atau populasi yang diwakilinya
(10)
|
|
Jumlah partisipan, cara
seleksinya, populasi yang diwakilinya, semua jelas teridentifikasi
(14-15)
|
Maks.
15
|
Metodologi:
Instrumen, Bahan, dan Rancangan
|
- Tidak diuraikan mengenai
instrumen dan bahan.
- Sangat terbatas diskusi
tentang penggunaan rancangan percobaan, jika diperlukan suatu rancangan pada
penelitian ini (10)
|
-Telah diidentifikasi
instrument dan bahan, namun informasi tentang kegunaannya tidak tercantum
dalam laporan
-Apabila diperlukan desain
percobaan, hal ini telah diuraikan. (11-13)
|
-Semua instrumen yang akan
digunakan telah diidentifikasi dan dijustifikasi.
-Telah didiskusikan tentang
ukuran keterandalan dan kesahihannya.
-Apabila dimerlukan desain
percobaan, hal ini telah diuraikan secara sangat jelas (14-15)
|
Maks.
15
|
Metodologi :
Prosedur
|
Prosedur, bila ada
diberikan, sangat terbatas untuk mengidentifikasi agar penelitian berhasil
(10)
|
Bagian atau Bab tentang
prosedur telah cukup menjelaskan cara seleksi sample, bagaimana desain akan
diimplementasikan, dan oleh siapa atau metode apa yang digunakan untuk
mengumpulkan data (11-13)
|
Prosedur telah diuraikan
dengan jelas dan gambling
Peneliti lain yang akan
mereplikasi penelitian ini memperoleh informasi yang cukup untuk dapat mengikuti
setiap langkah penelitian
(14-15)
|
Maks.
15
|
Analisis data
|
Tidak didiskusikan tentang jenis analisis data yang akan
digunakan
(5)
|
Uraian
tentang teknik yang akan digunakan dalam menganalisis data telah diberikan.
Namun teknik statistik yang digunakan mungkin keliru atau tidak
dijustifikasi. (7 -8)
|
Cara analisis telah
dijustifikasi dan sesuai tentang cara
pembentukan kelompok, jumlah kelompok yang terlibat, jumlah variable, dan
jenis data yang dikumpulkan. (9-10)
|
Maks. 10
|
Jadwal
Pelaksanaan
|
Tidak disajikan jadwal waktu
pelaksanaan
(1)
|
Terdapat informasi tentang
kapan rencana dilaksanakan. Jadwal waktu tertentu diragukan dapat terlaksana
dalam kondisi normal (2-3)
|
Jadwal waktu pelaksanaan
sudah dijelaskan dan perkiraan waktu pelaksanaan penelitian sangat logis
(4-5)
|
Maks. 5
|
Kejelasan
Penulisan
|
Sukar disimak apa yang ingin
diungkapkan oleh penulis. Banyak ejaan kata yang salah, gramatika dan
penggunaan tanda baca yang keliru (10)
|
Secara umum penulisannya
jelas, namun masih digunakan kata-kata yang mubazir. Banyak pengertian yang hanya
tersirat, tidak tersurat.
|
Cara
penulisannya jelas, singkat dan padat. Kadang penulisnya menggunakan kalimat
aktif apabila sesuai.
(14-15)
|
Maks. 15
|
Ketepatan Waktu
|
Material dimasukkan
terlambat lebih dari satu semester
(5)
|
Material
dimasukkan sampai akhir semester
(7-8)
|
Material
dimasukkan tepat waktu
(9-10)
|
Maks.10
|
Jumlah
Nilai
|
61-70
|
71-80
|
> 80
|
100
|
C B
A
Daftar Pustaka
1
Asmawi Zainul , 2001 “Alternative
Assessment”, PAU-PPAI, DirJen Dikti, DepDikNas
PORTFOLIO (Helen C.Barrett (1988) , Strategic Questions: What to
Consider When Planning for Electronic Portfolios, in Learning & Leading
with Technology.)
Definisi Portfolio
Portfolio, ialah suatu
pengumpulan hasil kerja mahasiswa yang dilakukan secara sistematik dan
terorganisasi, yang mengungkapkan bukti nyata usaha-usaha yang dilakukan
mahasiswa, hasil perolehannya, dan perkembangannya dalam kurun waktu tertentu.
Pengumpulan data ini hendaknya melibatkan mahasiswa dalam pemilahan materi
pelajaran, dan mencantumkan informasi tentang kriteria penampilannya
(performans), rubruk atau criteria untuk menilai keuntungan yang diperoleh, dan
bukti tentang refleksi-diri dan evaluasi mahasiswa. Portfolio meliputi hasil
kerja yang representatif, memberikan suatu dokumentasi tentang performans
mahasiswa, dan meruapakan dasar untuk mengevaluasi kemajuan yang dicapai
mahasiswa. Portfolio dapat meliputi berbagai demonstrasi belajar yang telah
dikumpulkan dalam bentuk koleksi fisik materi, video, CD-ROM, jurnal reflektif,
dll.
Definisi portfolio: (Grant
Wiggins,2000)….kumpulan representatif hasilkarya seseorang; contoh karya itu
terpola untuk suatu tujuan tertentu
dan dapat dibawa-bawa untuk pemeriksaan atau dipamerkan.
Rick Stiggins (1994) mendefinisikan
portfolio debagai suatu kumpulan hasilkerja mahasiswa yang memperlihatkan suatu
keberhasilan atau perbaikan. Materi yang dikumpulkan dan cerita yang
disampaikan sangat bervariasi menurut fungsi konteks asesmannya. Dikatakan selanjutnya
bahwa portfolio adalah “ suatu cara untuk mengkomunikasikan pertumbuhan dan
perkembangan mahasiswa, bukan suatu bentuk asesmen”
(Northwest Evaluation
Association, 1990)
Suatu portfolio
merupakan kumpulan karya mahasiswa (yang dikumpulkan untuk tujuan tertentu),
yang memperlihatkan usaha mahasiswa, kemajuan maupun pencapaiannya dalam salah
satu bidang atau lebih. Kumpulan karya itu meliputi kegiatan (partisipasi)
mahasiswa pada pemilahan isi, kriteria untuk pemilihan; kriteria penilaian
kegunaannya, dan bukti refleksi-diri mahasiswa. Format penyimpanan portfolio
secara tradisional dalam pendidikan menggunakan kertas, biasanya dalam map
manila, pencatatan atau lemari. Biasanya artifak (data bukti) terdiri atas teks
dan gambar pada kertas, yang belakangan digantikan oleh pita video atau audio.
Penyimpanan portfolio tanpa Komputer:
Penyimpanan portfolio biasnaya
dilakukan dalam buku catatan, (map) folder dalam laci arsip, kotak atau lemari.
Ada juga yang
menggunakan foto, pita audio atau video untuk penyimpanan hasilkerja mahasiswa.
Apa isi portfolio Elektronik
maupun Tradisional ?
Suatu portfolio hendaknya berisi
unsur-unsur berikut :
·
Tujuan instruksional
·
Pedoman untuk pengumpulan
materi (agar koleksi tidak amburadul)
·
Contoh pekerjaan yang
dipilih mahasiswa maupun dosen
·
Umpanbalik dosen
·
Bagian-Bagian refelksi diri
mahasiswa
·
Kriteria yang jelas dan
sesuai untuk mengevaluasi pekerjaan (rubrik berdasarkan standar)
·
Standar dan contoh
hasilkerja yang baik.
Berbagai Tujuan Portfolio
1.
Portfolio Pembelajaran (Learning /
Formative Portfolios), yang biasanya digunakan sebagai alat bantu pengembangan
profesional yang berkelanjutan.
2.
Portfolio Asesmen (Assessment /
Summative Portfolios), yang biasanya digunakan pada proses evaluasi formal.
3.
Portfolio Tenaga Kerja/Job
(Employment/Marketing Portfolios), yang digunakan untuk tujuan pengadaan tenaga
kerja.
Pembedaan lain :
1.
Working Portfolios
2.
Showcase or Best Works Portfolios
3.
Assessment Portfolios
Tampak di atas bahwa portfolio
dapat dijadikan salah satu bentuk asesmen alternatif. Istilah asesmen
alternatif, asesmen otentik atau asesmen berdasar-kinerja (performance-based
assessments) seringkal digunakan sebagai sinonim (pengertian sama), yaitu
berbagai asesmen performans yang lebih mengutamakan mahasiswa memperlihatkan
suatu jawaban, bukannya memilih suatu jawaban.
Asesmen Portfolio.
Portfolio dapat diukur dalam berbagai cara. Setiap bagian dapat diskoring
secara individual, atau hanya diukur bagian-bagian penting yang dikehendaki,
atau digunakan proses penskoran secara menyeluruh (holistic), dan dilakukan
evaluasi berdasarkan kumpulan hasil pekerjaan mahasiswa secara menyeluruh. Menjadi kebiasaan bahwa para
evaluator berunding sebelumnya untuk mencapai kesepakatann tentang standar
penilaian dalam rangka mencapai tingkat kepercayaan (reliability) tinggi dalam
mengevaluasi mahasiswa. Kriteria yang ditetapkan itu akan digunakan oleh
reviuwer dan mahasiswa yang terlibat, dalam proses mengevaluasi kemajuan dan
pencapaian tujuan (instruksional).
ELECTRONIC PORTFOLIOS
(Educational Technology; An Encyclopedia, ABC-CLIO,2001)
Suatu inovasi yang dikembangkan
awal tahun 1990 ialah portfolio elektronik, yaitu penggabungan berbagai teknologi elektronik untuk
menciptakan dan mempublikasikan portfolio yang dapat dibaca dengan komputer
atau Video player.
Karakteristik jenis asesmen
demikian itu ialah :
6.
mahasiswa terlibat dalam tugas
performans yang berarti
7.
terdapat standar dan kriteria yang
jelas tentang kinerja yang paling baik (excellence).
8.
terdapat penekanan pada
metakognisi (metacognition) dan evaluasi diri.
9.
mahasiswa menampilkan produk dan
performans yang berkualitas.
10. terdapat interaksi positif antara orang yang mengases dan yang
diases.
Terdapat 2 segi (feature) utama
pada asesmen alternatif:
3.
semuanya dianggap sebagai
alternatif lain daripada tes pilihan ganda tradisional, standardized
achievement tests.
4.
semuanya merupakan asesmen
langsung mengenai performans mahasiswa untuk tugas signifikan yang relevan
dengan kehidupan di luar sekolah.
Perbandingan ketiga bentuk
asesmen (Burke K.,1998 dan Fogarty R.,1998 ) :
Asesmen tradisional
(Traditional Assessments), difokuskan pada nilai (grade) dan kedudukan
(ranking), pengetahuan, kurikulum, dan ketrampilan, yang diimplementasikan
melalui asesmen di kelas (test, kuis, tugas pekerjaan rumah), dan tes baku (PAN atau PAP).
Asesmen Performans
(Performance Assessments), yang difokuskan pada hasil dan standar yang
dapat diamati, aplikasi dan transfer yang diimplementasikan sesuai standar,
tugas, kriteria dan rubrik penskoran.
Asesmen Portfolio
(Portfolio Assessments), dengan fokus pada pertumbuhan (growth) dan
perkembangan (development) seiring waktu, yang diimplementasikan melalui
seleksi, refleksi, dan pemeriksaan tugas kelas sesuai dengan tujuan dan
evaluasi-diri.
Asesmen performans
difokuskan pada observasi langsung performans mahasiswa. Mahasiswa menciptakan
projek atau menampilkan (perform) tugas-tugas berdasarkan standar, kriteria dan
indikator yang telah ditetapkan sebelumnya, yang dievaluasi menggunakan
rubrik penskoran. Dosen senantiasa dapat mengobservasi mahasiswanya belajar
di kelas. Namun untuk mendokumentasikan pengamatan ini tidaklah gampang dan
makan waktu banyak. Akhir-akhir ini telah dikembangkan berbagai instrumen untuk
mengumpulkan dan mengorganisasikan data yang diamati itu.
Terdapat perbedaan jelas
antara Asesmen Performans dan Portfolio. Suatu portfolio merupakan wadah
yang berisi contoh hasilkerja mahasiswa dan dosen yang dinamakan artifak
(artifacts), dan refleksi dari hasilkerja itu yang mentransformasikan artifak
menjadi “bukti” pencapaian hasil (achievement). Kebanyakan artifak memang dapat
dihasilkan melalui asesmen performans yang disertai evaluasi dan refleksinya
Suatu portfolio
berdasarkan-standar (standards-based portfolio) menciptakan hubungan antara
tugas mahasiswa dan asesmen performans beserta pedoman penskorannya, dan
standar yang didesain untuk ditampilkannya.
Definisi Portfolio Elektronik
Portfolio elektronik menggunakan
teknologi elektronik. Pengumpulan dan pengorganisasian artifak dapat dilakukan
menggunakan berbagai tipe media ( audio, video, grafis, atau teks). Suatu
portfolio berdasar-standar menggunakan “database” atau ‘hypertext links” untuk
memperlihatkan hubungan antara standar atau tujuan (goal), artifak dan
refleksi. Refleksi peserta didik itu merupakan dasar pemikiran (rationale),
bahwa artifak khusus merupakan bukti pencapaian standar atau tujuan yang telah
ditetapkan.
Sering disamakan pengertian
Electronic portfolio dan Digital portfolio, namun terdapat perbedaan. Suatu
Portfolio elektronik berisi artifak yang bentuknya analog, misalnya pita video
atau bentuk yang dapat dibaca oleh komputer. Pada Digital portfolio semua
artifak telah diubah menjadi bentuk yang dapat terbaca-komputer. Portfolio
elektronik bukan merupakan koleksi artifak sembarangan, melainkan merupakan alat
reflektif yang memperlihatkan pertumbuhan (perkembangan) seiring waktu.
Koleksi (collection)
Hampir semua definisi mengandung
kata “collection”. Koleksi tugas /pekerjaan dapat berbentuk folder, kumpulan
catatan (scrapbook), atau portfolio.
Yang membedakan portfolio elektronik dari kumpulan catatan digital atau resume
online ialah pengorganisasian portfolio yang merangkum suatu perangkat
standar atau tujuan pendidikan, bersama refleksi peserta didik, baik tentang
pencapaian mereka terhadap standar dan dasar pemikiran untuk pemilahan artifak
khusus, maupun refleksi keseluruhan terhadap portfolio secara keseluruhan.
Keuntungan pengembangan
portfolio elektronik untuk mahasiswa atau dosen meliputi :
Ø
Ruang penyimpanan yang
minim.
Ø
Mudah menciptakan fail backup
Ø
Dapat dibawa-bawa
Ø
Masa berlaku yang panjang
Ø
Berorientasi-peserta didik
Ø
Meningkatkan ketrampilan
elektronik
Ø
Melalui hubungan hypertext
lebih mudah berargumentasi tentang tercapainya standar tertentu
Ø
Mudah diakses (khususnya
portfolio web)
Proses Pengembangan
Portfolio Elektronik
Menciptakan portfolio tampaknya
menakutkan, namun akan tampak lebih mudah apabila melihatnya sebagai suatu
rangkaian tahapan, setiap tahapan disertai tujuan, dan kegiatannya yang
memerlukan berbagai software yang berbeda.
Proses Pengembangan Multimedia
Dikatakan bahwa mencipta
portfolio elektronik dapat mengembangkan ketrampilan teknologi multimedia dari
dosen maupun mahasiswa.
Proses pengembangan mutimedia
meliputi tahapan berikut (Ivers & Barron, 1998):
·
Mengases/ Memutuskan
(Assess/Decide). Fokus di sini ialah mengidentifikasi kebutuhan (needs
assessment) pelanggan, perumusan tujuan, dan memilih instrumen yang sesuai
untuk presentasi akhir portfolio.
·
Merancang/Merencanakan
(Design/Plan). Fokus di sini ialah pada pengorganisasian atau perancangan
presentasi. Menetapkan isi sesuai kebutuhan pelanggan, perangkat lunak, media
penyimpanan, dan urutan presentasi. Mengkonstruksi bagan alir (flow charts) dan
menulis storyboard.
·
Mengembangkan.
Mengumpulkan materi yang akan digunakan dalam presentasi, dan
mengorganisasikannya menurut urutan (sequence) atau menggunakan hyperlinks
untuk presentasi materi yang terbaik menggunakan program multimedia tertentu
·
Implementasi (Implement).
Mempresentasikan portfolio itu kepada audiens.
·
Mengevaluasi (Evaluate).
Tahap akhir pengembangan multimedia ini difokuskan pada evaluasi keefektifan
presentasi sesuai dengan maksud dan untuk tujuan asesmen.
Proses Pengembangan Portfolio
Setiap tahap pada proses
pengembangan portfolio akan membantu pengembangan profesional dosen dan
kemampuan belajar seumur hidup pada mahasiswa. Berikut ini ialah Proses
Pengembangan Portfolio menurut Danielson dan Abrutyn (1997) :
·
Pengumpulan (Collection) –
dosen dan mahasiswa belajar menyimpan artifak (produk hasilkerja) yang mewakili
keberhasilan (dan kesempatan berkembang) melalui pembelajaran sehari-hari.
·
Pemilahan (Selection) –
dosen dan mahasiswa merview dan mengevaluasi artifak yang telah disimpan, dan
mengidentifikasi artifak yang memperlihatkan pencapaian suatu standar yang
spesifik.
·
Refleksi (reflection) –
dosen dan mahasiswa menjadi praktisi reflektif, dengan mengevaluasi
pertumbuhannya sendiri seiring waktu, dan pencapaian mereka terhadap standar,
maupun ketimpangan (gap) pada perkembangannya.
·
Proyeksi (Projection or
Direction) – dosen dan mahasiswa membandingkan refleksi mereka terhadap standar
dan indikator performans, dan merumuskan tujuan pembelajaran untuk masa yang
akan datang. Tahap inilah yang menyebabkan pengembangan portfolio itu menjadi
suatu pengembangan profesional dan mendukung pembelajaran seumur hidup.
·
Presentasi (Presentation) –
dosen dan mahasiswa bertukar pengalaman dengan kolega (peer). Tahap ini
merupakan tahapan dimana dapat dirumuskan komitmen umum untuk mendorong
kerjasama dan komitmen dalam hal pengembanganprofesional dan pembelajaran
seumur hidup.
Dengan menggabungkan Proses Pengembangan Mutimedia dan Proses
Pengembangan Portfolio, maka dirumuskan 5 tahap Pengembangan Portfolio
Elektronik sebagai berikut :
1.
Mendefinisikan Tujuan dan Konteks
Portfolio ( Context & Goals)
Tugas utama
pada langkah pertama ialah mengidentifikasi konteks asesmen, termasuk maksud
(purpose) portfolio. Selanjutnya mengidentifikasi tujuan yang akan dicapai
portfolio. Langkah penting ini juga menetapkan konteks asesmen dan membantu
merangkum proses pengembangan portfolio selanjutnya..
2.
Portfolio Kerja (Working
Portfolio)
Proses
pengembangan portfolio elektronik tahapan ini memakan waktu yangpaling banyak,
sehingga dinamakan juga “Becoming a Digital Packrat”. Dengan mengetahui tujuan
atau standar yang akanditampilkan, akan membantu pada pengumpulan jenis
artifak portfolio ya ng selanjutnya
dipilah-pilah. Kemudian dipilih instrumen pengembangan software yang paling
sesuai dengan konteks portfolio dan sumberdaya yang tersedia. Seperti halnya
ada yang mengatakan bahwa “media merupakan pesan, maka software yang dipilih
untuk menciptakan portfolio itu akan mengontrol, membatasi, atau memperluas
proses pengembangan portfolio. Bentuknya pun harus sesuai mengikuti kesesuaian
fungsinya, dan software portfolio elektronik harus sesuai dengan visi dan gaya si pengembang
portfolio.
Gunakanlah
instrumen software apapun yang saat ini digunakan untuk mengumpulkan artifak,
menyimpannya dalam harddisc, server, atau videotape. Buatkan folder elektronik
untuk setiap standar dalam mengorganisasikan artifak (semua jenis dokumen
elektronik), lalu gunakan software word processor, database, hypermedia, atau
slide show untuk mengartikulasikan tujuan/standar yang akan didemonstrasikan
pada portfolio, dan untuk mengorganisasikan artifak. Identifikasilah media
penyimpanan (storage) dan media presentasi yang paling cocok dengan situasi
itu(misalnya, harddisk komputer, videotape, jaringan lokal, WWW server, CD-ROM,
dsb.nya. Terdapat pula banyak pilihan lain, tergantung dari software yang
dipilih.
Kumpulkan
materi multimedia yang mewakili pencapaian hasil. Perlu dikumpulkan artifak
dari berbagai waktu yang berbeda untuk menunjukkan pertumbuhan dan pembelajaran
yang telah berlangsung. Tuliskan pernyataan reflektif pendek untuk setiap
artifak yang disimpan untuk melihat signifikansinya pada waktu diciptakan
3.
Portfolio Refleksi (The Reflective
Portfolio)
Tahapan proses
pengembangan portfolio ini biasanya mendahului review evaluasi (untuk portfolio
sumatif) atau lamaran pekerjaan (untuk
portfolio pemasaran). Pada portfolio formatif, secara khas refleksi terlihat
pada titik signifikan selama proses pembelajaran, dan ditambahkan segera
seperti tercantum pada tahapan sebelum ini. Refleksi terhadap pekerjaan seseorang
sangat diperlukan jika pemilik portfolio ingin mempelajari proses.
Berikut ini
terdapat 3 pertanyaan sederhana yang dapat menjelaskan proses reflektif ini :
1.
“What”
2.
“So what”
3.
“Now what”
Untuk menggunakan pertanyaan ini,
mula-mula mahasiswa perlu meringkas artifak yang mendokumentasikan pengalaman
untuk dapat menjawab pertanyaan “What”. Selanjutnya mahasiswa perlu
merefleksikan apa yang telah dipelajarinya dan bagaimana hal ini memenuhi
standar, untuk menjawab pertanyaan “So what”. Ketiga mahasiswa perlu
menyampaikan implikasi untuk pembelajaran berikut yang diperlukan, dan
menetapkan perbaikan dan adaptasidalam menjawab pertanyaan ”Now what”
Proses
penetapan tujuan pembelajaran di masa depan ini menjadikan pengembangan
portfolio itu sebagai suatu alat yang sangat penting pada
pengembanganprofesional. Karena itu pertanyaan “Now what” menjadi sangat
penting. Komitmen semi-publik terhadap pengembangan tujuan profesional dapat
menjadi motivasi untuk bekerja dalam bidang ini. Dikatakan bahwa sistem
portfolio profesional mengundang dosen untuk menjadi arsitek dari pengembangan
profesionalnya sendiri.
4.
Portfolio Penghubung (The
Connected Portfolio)
Sampai batas
tertentu tahapan sangat khas pada portfolio elektronik, karena kapabilitas
software untuk menciptakan hypertext links antara dokumen, secara lokal atau
melalui internet. Pada tahap ini diciptakan hubungan hiperteks antara tujuan,
contoh hasilkerja, rubrik, dan refleksi. Selanjutnya dimasukkan artifak
multimedia yang sesuai. Buatlah daftar isi untuk membentuk struktur portfolio,
gunakan kemampuan Word atau Power Point, atau pengorganisasian grafis AND yang
memberikan garisbesar Inspiration.
Pemilihan
software dapat membatasi atau memperluas proses pengembangan dan kualitas
produk akhir. Paket software yang berbeda, masing-masing mempunyai
karakteristik khas tersendiri yang dapat membatasi atau memperluas pilihan
portfolio elektronik. Penting sekali untuk memilih software yang memungkinkan
kemudahan menciptakan hypertext links, agar dapat dihubungkan antara pencapaian
hasil dengan tujuan dan refleksi, dan mengidentifikasi suatu pola melalui
proses “linking”ini
Proses
penciptaan portfolio dengan hypertext links diperlukan pada proses asesmen
sumatif. Apabila menggunakan portfolio pada asesmen, maka transformasi
“artifak” menjadi “bukti” itu tidak akan jelas. Menghubungkan refleksi dengan
artifak menjadikan proses berpikir ini lebih eksplisit. Kemampuan untuk
menciptakan hubungan dari berbagai perspektif (dan berbagai tujuan) juga akan
memperbaiki kelinieran dari portfolio kertas 2 dimensi dengan menjadikannya satu artifak untuk
mendemonstrasikan multiple stndarda ( misalnya, standar teknologi nasional,
standar pembelajaran negara)
Gunakanlah
bukti portfolio untuk membuat keputusan dalam pengembangan instruksi/
pembelajaran atau pengembangan profesional.
5.
Portfolio Presentasi (The
Presentation Portfolio)
Pada tahap ini
portfolio direkam dalam media presentasi dan peyimpanan. Hal ini akan berbeda
pada portfolio pekerjaan dan portfolio presentasi atau formal. Media terbaik
untuk portfolio pekerjaan ialah video tape, hard disk computer, ZIP disk, atau
server jaringan. Media terbaik untuk portfolio presentasi atau formal ialah
CD-Recordable disc, WWW server, atau video disc.
Presentasikan
portfolio di hadapan audiens sebenarnya atau simulasi, lalu rayakan
keberhasilan yang telah dicapai. Hal ini merupakanstrategi individual
tergantung konteksnya, dan kesempatan bagi para profesional untuk mendiskusikan
portfolio pembelajarnnya dengan kolega untuk memperoleh balikan dan kerjasama
pada evaluasi-diri. Komitmen-publik ini akan memberikan motivasi dalam
menjalankan rencana pengembangan profesional dari suatu portfolio formatif.
Dilakukan
evaluasi terhadap keefektifan portfolio mengenai tujuannya dan untuk konteks
asesmennya. Dalam lingkungan yang terus menerus berkembang, suatu portfolio
hendaknya dilihat sebagai suatu instrumen pembelajaran yang berlangsung terus,
yang kefektifannya perlu direview secara berkala untuk menjamin pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan. Rekam portfolio dalam CD-ROM, dalam videotape
atau kirimkan ke WWW server.
Instrumen Pengembangan Portfolio Elektronik
Di samping tahapan pada
pengembangan portfolio, terdapat sekurang-kurangnya 5 tahapan pengembangan
portfolio elektronik, masing-masing dengan derajat ekspektasinya tersendiri,
dan usulan strategi software pada setiap tahap, tergantung pada ketrampilan
teknologi mahasiswa dan dosen pengembang
portfolio :
- Tidak ada artifak digital. Terdapat beberapa artifak videotape
- Word processor atau file lain yang biasa digunakan yang tersimpan dalam folder elektronik pada hard drive, floppy diskette atau LAN server.
- Database, hypermedia atau slide shows (Power Point), tersimpan dalam harddrive, ZIP, floppy disc atau LAN server.
- Portable Document Format (Adobe Acrobat PDF files), tersimpan dalam harddisk, ZIP, JAZ, CD-R/W, atau LAN server
- HTNL-based web pages, yang dibuat dengan “web authoring program” atau WWW server.
- Multimedia authoring program, misalnya Macromedia Authorware dalam CD-R/W atau format WWW
Common Tools & Customized System Approach
Seperti terlihat di atas,
terdapat berbagai strategi untuk mengembangkan portfolio elektronik, yang dapat
dibagi dalam 2 pendekatan umum : common tools approach , pendekatan
instrumen biasa, dan customized system approach yang meliputi
perancangan sistem jaringan atau membeli paket software paten atau online
service.
Common Tools Approach :
Portfolio dikembangkan
menggunakan refleksi dan artifak yang lebih mendekati pengembangan tradisional
dengan fail arsip. Struktur portfolio ikut ditentukan oleh peserta didik atau
software agar kefleksibelan dan
kreativitasnya maksimum. Biaya untuik peralatan atau software relatif rendah,
tapi diperlukan biaya besar untuk pelatihan. Mahasiswa dapat melanjutkan
pengembangan portfolionya setelah lulus.
Di pasaran terdapat program
portfolio elektronik komersial yang cukup baik, namun portolio ini mencerminkan
gaya si
pembuatnya, atau kendala keterbatasan struktur softwarenya. Kebanyakan
pendidikan yang ingin mengembangkan portfolio untuk pembelajarannya di kelas
atau untuk diri sendiri cenderung mendesain sendiri, menggunakan software
sendiri atau strategi umum. Instrumen umum untuk ini ialah database yang
terkait, hypermedia “card”software, mutimedia authoring software, World Wide
Web (WWW, HTML) pages, Adobe Acrobat (PDF files), Office Suite software,
multimedia slide shows, dan digital atau analog video.
Customized Systems Approach
Portfolio juga dikembangkan
sebagai online record-keeping systems, yang dapat digunakan untuk mengumpulkan
refleksi dan artifak. Biasanya ini sangat terstruktur dengan menggunakan online
database, sehingga terbatas fleksibilitas dan kreativitas peserta didik.
Memerlukan biaya tinggi untuk peralatan, network server dan pengembangan
software. Biaya pelatihan mungkin rendah, tergantung pada desain sistem.
Persoalan di sini hanyalah apakah mahasiswa dapat terus mengembangkan
portfolionya setelah lulus.
Ringkasan
Terdapat banyak instrumen yang
dapat digunakan untuk mengembangkan portfolio elektronik melalui tahap-tahap
ayng sudah dibicarakan sebelum ini. Nilai tambah pada penciptaan portfolio
elektronik hendaknya melebihi usaha yang telah dilakukan, dan pengajar
hendaknya menggunakan pendekatan teknologi konservatif pada penggunaan
portfolio mereka. Hendaknya proses tetap sederhana pada awal pengerjaan dengan
menggunakan software yang dikenal. Dan yang terpenting, portfolio elektronik
harus memperlihatkan hasil pencapaian (achievement) peserta didik, dan
kemampuan pengembangan pada penggunaan teknologi untuk mendukung pembelajaran
seumur hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar